Masa melankolis itu kuhabiskan waktu di Perpustakaan.
Meyembuhkan luka hati. Kuambil dua kumpulan puisi. Satu, ‘Hujan Bulan Juni’
milik Sapardi Djoko Damono, dan satu lagi milik si binatang jalang, Chairil
Anwar.
Dua pekan aku membacanya, sengaja aku baca pelan-pelan,
berlama-lama dan berulang-ulang. Ingin dilahap semuanya oleh batinku. Oleh
batinku. Oleh batinku. Dan… oleh batinku.
Lalu aku mengenali puisi-puisi Sapardi sebagai jiwa yang
lembut, peka, indah, dekat dengan alam, sekaligus penciptanya. Puisi-puisi yang
mencintai dengan diam-diam, bahkan saat menangis. Sapardi, lewat puisinya,
ingin menangis pun secara diam-diam di bawah gerimis yang turun lembut.
Ah, siapa yang tidak tahu bahwa hujan adalah milik puisi-puisi Sapardi. Aku bayangkan, dia adalah lelaki yang lembut jiwa-raga. Puisi-puisi itu bertutur dengan lembut dan hangat. Sebagaimana sosok lelaki yang diidam-idamkan banyak perempuan.
Ah, siapa yang tidak tahu bahwa hujan adalah milik puisi-puisi Sapardi. Aku bayangkan, dia adalah lelaki yang lembut jiwa-raga. Puisi-puisi itu bertutur dengan lembut dan hangat. Sebagaimana sosok lelaki yang diidam-idamkan banyak perempuan.
http://greatthoughtstreasury.com/sites/default/files/med_2604100811_chairil-oke[1].jpg
|
Dan Chairil Anwar datang bersama puisi-puisinya sebagai
lelaki yang bohemian, dalam, bergairah, meledak-ledak dan mencintai dengan lebih
berani sekaligus terang-terangan. Puisi yang khas milik lelaki jalang.
Chairil bersama puisi-puisinya berdiri di ujung dunia yang
lain dari Sapardi dan puisi-puisinya. Meski begitu, persamaan keduanya adalah
masing-masing pernah berada dalam satu titik yang sama dalam suatu hal yang
tidak bisa diwadahi oleh kata-kata. Sebuah peristiwa yang membuat jatuh berbunga
dan jatuh luka dan berbunga lagi. Dan semuanya itu memang bersembunyi di balik
kata-kata. Di antara juntaian puisi-puisi. Bertudung bahasa.
Tapi, suatu hal itu hanya bisa kamu rasakan tanpa kamu bisa katakan.
Selain sedikit saja bisa kamu sembunyikan lewat puisi-puisi. Sedikit saja.
Karena semuanya terlalu ‘maha’.
Desember 2016
0 komentar:
Posting Komentar