Minggu, 01 Januari 2017


sumber: www.susindra.com

"Orang yang sopan dan tahu bergaul dengan sesamanya pasti juga tahu beramal kepada lingkungannya. Beramal tidak hanya berupa pemberian uang atau benda. Mengajarkan apa yang diketahui kepada orang lain juga disebut amal. Begitupula orang yang bersifat menerima atau mengakui kehebatan orang lain. Beramal juga berarti menjadi orang yang berhati luas dan dalam bagaikan lembah, selalu sabar, memaafkan kekurangan sikap atau sifat orang lain. Sebab itulah ada sebutan dalam bahasa Jawa yang juga diulang-ulangi Simbok, yang diharapkan menjadi sifat anak-anaknya, ialah lembah manah;Sabar sekali."

Banyak nilai lokalitas Jawa yang terkandung dalam novel Tirai Menurun karya Nh. Dini, karena novel ini memang mengangkat kehidupan Jawa khususnya kehidupan padepokan wayang, penari, panggung, sekaligus kehidupan mereka di balik tirai panggung;kehidupan nyata para pemain Padepokan, kehidupan yang agaknya menjadi judul novel itu sendiri: Tirai Menurun. Namun saya memilih cuplikan di atas sebagai lead dalam tulisan ini. Selain kesesuaian dengan kondisi kehidupan saya saat membacanya, cuplikan paragraf di atas memiliki nilai yang penuh dan padat.

Seperti Novel 'Pada Sebuah Kapal' yang menggunakan dua pencerita yaitu Sri dan Michel dengan sama-sama melewati sudut pandang 'aku', Tirai Menurun juga dihidangkan oleh lebih dari satu pencerita; lebih dari tiga. Bedanya, tidak melewati jalan 'aku' tapi sudut pandang ketiga.

Tokoh-tokoh Tirai Menurun memiliki karakter yang kuat pada masing-masing karakternya yang berbeda. Tapi ada tiga karakter yang saya suka, yaitu Sumirat sebagai perempuan penari yang sangat halus, sebagaimana karakter dan sifat-sifatnya; Kedasih yang ceria, terbuka dan sempat jatuh dalam hidupnya karena ditinggal menikah tiba-tiba oleh kekasihnya. Namun memiliki muara hidup yang bahagia. Irah datang sebagai karakter perempuan yan paling saya sukai. Perempuan yang cerdas bahkan secara spiritual-emosional, kuat, dan sangat ringan tangan. Perempuan pedagang yang bijaksana, berpengaruh, dan dihormati layaknya Khadijah R.A.

Sebagaimana saripati nilai kehidupan--khususnya tentang nilai-nilai perempuan Timur--yang saya temukan dalam 'Pada Sebuah Kapal', Tirai Menurun adalah kehidupan nyata di atas lembaran kertas-kertas yang saripatinya tidak akan ada habisnya untuk direguk. Oleh siapapun, kapanpun! Di luar batas zaman....

Jadi, bukan novel khayalan seperti Ayat-Ayat Cinta milik Habiburrahman El-Shirazy misalnya. Novel yang tidak manusiawi[]

0 komentar:

Posting Komentar