Minggu, 04 Desember 2016

Kelembutan dan Kemesraan Lelaki dalam Novel 'Pada Sebuah Kapal' NH Dini


Sumber: www.pexels.com

"Mungkin dia mencintaiku dengan caranya, dengan kesungguhannya. Tetapi apakah ini artinya bagiku? Aku yang tidak bisa menghargai laki-laki yang bersikap kasar sedikit pun terhadap seorang perempuan, terutama terhadap istrinya."
Sengaja saya mengambil kalimat di atas dari Novel Pada Sebuah Kapal (PSK) karya NH Dini. Bagi saya, muara dari novel PSK adalah terdapat di balik kalimat ini. Seorang kekasih yang dimulutnya menyatakan cinta tapi pada sikapnya cinta itu sama sekali tidak terpancar. Di sini karna cinta berbanding lurus dengan kelembutan, kemesraan, dan pengertian. Memiliki tempat yang jauh dari berkata kasar, bersikap buruk, dan jauh dari pengertian. Karena itu adalah sikap-sikap yang menyakiti. Bukankah mencintai bukan menyakiti?. Sangat jauh. Apabila kamu masih menyakiti, maka hakikatnya kamu tidak mencintai, seberbusa apapun dan bersikukuh bagaimanapun mulut dan pikiranmu mengatakan 'mencintai', menyangkakan itu cinta.

Bahkan, lebih dari itu, NH Dini lewat tokoh bernama Sri--yang juga adalah potongan dari namanya sendiri-- menuliskan: "Dan mencintai adalah sesuatu yang agung di dunia ini. Mencintai bagiku adalah mengerti, memberi, dan memaafkan."  Sementara dalam PSK, Charles, seorang lelaki berkebangsaan Perancis, seorang Diplomat, suami Sri, tokoh aku dalam novel ini adalah lelaki dengan watak yang kasar. Keseluruhan darinya adalah berisi kekasaran dan gemar marah. Ia kerap membentak dan sikap tidak memanusiakan manusiakan istrinya sendiri, kekasihnya.

Sementara Sri, istrinya, adalah seorang perempuan yang lahir dan bertumbuh dalam lingkungan yang lembut, seorang penari yang dekat dengan kehalusan, kepekaan rasa, dan dalam pada memaknai setiap gerak kehidupan ini. Sri yang juga seorang penyiar radio di masa mudanya ini, dikarenakan kedalaman diri dan kehidupan-kehidupan luhur yang melingkupinya, tidak bisa marah setiap kali suaminya berkata kasar, bersikap buruk atau marah-marah. Sri hanya menangis dan semua kemarahan suaminya menggumpal di dadanya.

Kelembutan dan kemesraan adalah dua simpul yang ditarik oleh Sri dari kebutuhan seorang perempuan. Seorang istri. Seorang kekasih. Dan itu tidak didapatkannya dari lelaki yang katanya mencintainya. Sri hidup dengan hampa dan tertekan. Lebih-lebih, Charles, suaminya itu tidak pernah menunjukkan kesenangan pada keseniwatian yang dimiliki istrinya itu. Sri yang memiliki keahlian menari. Sri yang penari,

Sri mendapatkan pengakuan akan keagungan seni tari dari Negara asalnya itu dari seorang lelaki yang lembut dan mesra. Ialah seorang komandan kapal yang sedang ditumpangi Sri. Di sampingnya Sri merasa sangat bernilai. Dan Sri memang sangat bernilai di mata lelaki itu, Michel. Sri yang pada akhirnya di depan suaminya  merasa menjadi perempuan cerewet dan berkata dengan menusuk sebagai kebutuhannya untuk membalas dendam dan menuangkan kebenciannya, kembali dapat meresapi kelembutannya saat menari pada malam penyamaran. Sebuah pesta di kapal malam itu. Sri juga menemuka kelembutan dan kemesraan seorang lelaki sebagai pemenuhan hasrat kewanitaannya, juga di kapal itu. Yaitu dari Michel, seorang lelaki yang benar-benar mencintainya sepenuh hati.

"Kau bahagia, Sri?" kata Michel sambil memandangi perempuan yang ada dalam pelukannya. Sebuah pertanyaan yang justru tidak pernah didengarnya dari suaminya yang memang tak pernah membuatnya bahagia. Hati Sri semakin haru kepada Michel, dan merasakan bahwa Michel lah kekasih hatinya. Yang mengerti dirinya seutuhnya.

Saya melihat NH Dini sebagai penulis perempuan yang sangat piawai. Tak hanya tema dan idenya yang dalam. Yang hampir tidak terekam penulis-penulis perempuan lainnya. Padahal, hal itu merupakan persoalan mendasar perempuan mana pun di dunia ini. NH Dini yang memang seorang penari, dan juga penyiar radio sebagaimana Sri, memiliki kepiawaian menghadirkan kisahnya dengan lembut dan dalam. Seperti karakter Sri, sebagai seorang perempuan Timur di tengah perempuan-perempuan Barat di sekeliling suaminya. Sungguh, saya salut dengan tekhnis penulisan NH Dini yang khas. Sebagaimana Pramoedya yang juga memiliki karakter khas nan kuat.

Saya juga punya penilaian tersendiri tentang kehidupan NH Dini sendiri dan Sri tokoh perempuannya itu. Dini yang juga menikah dengan seorang lelaki Perancis yang juga berakhir dengan perceraian.

Saya pun, membaca Sri, seakan membaca diri saya sendiri. Pergulatan batin Sri saat mendapati kekasaran suaminya, saya pun memahami. Saat mula-mula Sri hanya menangis setiap sikap kasar dan buruk kerap mengecewakan hatinya. Saat Sri merasa menjadi cerewet dan mulai merasa jahat karena perkataan-perkataannya. Saya pun melihat hal itu sebagai semacam kebencian dan perasaan ingin menyakiti hati, sebagaimana yang selama ini kerap didapatinya namun hanya dapat dijawab dengan derai tangis. Saya tahu. saya memahami.

Dan oleh karena itu, saya akhirnya tahu mengapa cinta pertama saya adalah seorang lelaki yang lembut. Dan baru saja saya patah hati oleh karena seorang lelaki yang lembut. Juga, saya sakit mendalam karena kekasih yang berkata kasar justru di saat saya baru saja memahami bagaimana itu perasaan ingin bertemu.

Ah, jadi teringat seorang teman sastrawan yang membuat saya mencari-cari novel ini: "Nduk, kamu itu kayak Sri dalam novel Pada Sebuah Kapalnya NH Dini. Dia penari, public speaking, dan penulis. Karaktermu sangat sama dengan Sri, Nduk!"


Malang, 04 Desember 2016







0 komentar:

Posting Komentar